SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
Oleh:
Adila
Prabasiwi, M.K.M
Disampaikan
pada Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat
untuk
mahasiswa DIII Farmasi Politeknik Harapan Bersama
Sistem Pembiayaan Kesehatan termasuk ke dalam salah
satu komponen dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pembiayaan Kesehatan termasuk
dalam input atau masukan dalam SKN yaitu komponen yang memberikan segala masukan
untuk berfungsinya sebuah sistem. Tanpa adanya komponen ini, sistem kesehatan nasional tidak dapat
berlangsung. Pembahasan tentang sub sistem pembiayaan kesehatan
tercakup dalam suatu cabang ilmu khusus yang dikenal dengan nama ekonomi
kesehatan.
A. BIAYA KESEHATAN
Biaya kesehatan
ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan
berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Berdasarkan pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau
dari dua sudut yaitu berdasarkan:
1. Penyedia
Pelayanan Kesehatan (Health Provider),
adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini bahwa biaya
kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan ataupun
pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya
dana bagi penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi
(investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost).
2. Pemakai Jasa
Pelayanan (Health consumer),
Adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan menjadi persoalan
utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah
juga turut serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa
pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of
pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
B. SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem
yaitu:
1.
Fee for Service ( Out of Pocket )
Sistem
ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan,
dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan
kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan
berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani,
semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar
masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan
secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization di
tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada
sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health
Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah
terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
memanfaatkan hubungan Agency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan
berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang
besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang
ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang
ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk
meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa
yang lebih banyak.
2.
Health Insurance
Sistem
ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau
pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health
insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group
(DRG system).
Sistem
kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK
menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah
ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi
adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa
pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian
anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di
Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat). Masyarakat yang telah menjadi peserta akan membayar iuran dimuka
untuk memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan
tingkat pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan
dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.
Sistem
kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system
kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat
diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam
penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda
pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat
dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi
pemasukan bagi PPK.
Kelemahan
dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya underutilization
dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada
pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta
tidak banyak bergabung dalam system ini, maka risiko kerugian tidak dapat
terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan sistem ini berupa PPK mendapat jaminan
adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal
periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug
dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan
promotif kesehatan.
Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi
dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan
sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang selama ini
berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh
Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya adalah
sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh
rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini, perusahaan
asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana peserta dengan resiko
penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah menjadi target anggota
asuransi.
Peningkatan biaya pelayanan
kesehatan yang makin tidak terkendali serta mengantisipasi ketidakmampuan
masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan sehingga perkembangan penyakit
semakin tidak terkendali, maka pilihan yang tepat untuk pembiayaan kesehatan
adalah asuransi kesehatan. Mengingat kondisi ekonomi negara dan masyarakat
serta keterbatasan sumber daya yang ada, maka perlu dikembangkan pilihan asuransi
kesehatan dengan suatu pendekatan yang efisien, efektif dan berkualitas agar dapat
menjangkau masyarakat luas. ( Setiawan, 2015)
C. SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
ERA SJSN
Untuk
mencapai terjadinya pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang
mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi dan
penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang
lemah dalam pembayaran.
Tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna,
setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Namun sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak
dengan pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif,
yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan
sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan
kesehatan di Indonesia.
Menurut Menkes Nila Moeloek, pada saat Seminar
Sehari Riset Pembiayaan Kesehatan, di gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta,
Senin (16/10/2017), Sistem pembiayaan kesehatan
merupakan bagian terpenting dalam memperkuat
sistem kesehatan. Sistem pembiayaan ini harus mampu memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat tanpa harus membebani mereka. Pembiayaan kesehatan harus
bisa efektif dan efisien, serta memenuhi prinsip keadilan (ekuiti).
Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Ali
Ghufron Mukti, menyatakan bahwa
kesehatan adalah hak asasi sekaligus investasi, dimana semua warga negara
berhak atas pelayanan kesehatan. Untuk
itu diperlukan penyelenggaran sistem yang mengatur pembiayaan dan pelayanan kesehatan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Sistem yang dimaksud
adalah sistem Jaminan Kesehatan. Jaminan kesehatan merupakan salah satu program
yang wajib dilaksanakan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
SJSN
merupakan tatacara penyelenggaraan program jaminan sosial berbasis asuransi oleh
beberapa badan penyelenggara berdasarkan prinsip: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,
kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat
dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial digunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Sebagai
salah satu amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang-Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah disahkan pada tanggal 28 Oktober 2011
melalui sidang paripurna DPR RI. Dalam UU tersebut ditetapkan 2 (dua) BPJS
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian hanya ada
institusi yang akan menyelenggarakan Jaminan Kesehatan di Indonesia yaitu BPJS
Kesehatan yang berstatuskan badan hukum publik.
Dengan
berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka makin memantapkan arah ke depan bahwa
pembiayaan kesehatan personal bagi masyarakat Indonesia akan diselenggarakan
dalam mekanisme jaminan Kesehatan. Implementasi kedua Undang-Undang tersebut
akan segera dilakukan dengan menunggu penyelesaian peraturan perundangan
seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Mulai 1 Januari 2014,
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional siap untuk diimplementasikan dan
diselenggarakan melalui BPJS.
Pelaksanaan jaminan kesehatan haruslah mengacu kepada kendali mutu dan
kendali biaya dengan menerapkan prinsip managed care, agar terjadi pembiayaan
yang efisien dengan mutu yang tetap terjamin sesuai indikasi medis. Dan salah
satu kontrol pembiayaaan yang efektif efisien adalah dengan menggunakan pola
pembayaran prospektif yaitu kapitasi dan INA-CBGs.
Untuk menata pelayanan kesehatan yang diberikan dalam sistem jaminan
kesehatan perlu diberlakukan pelayanan terstruktur dan berjenjang melalui
mekanisme rujukan dengan tujuan yang sama yaitu untuk pengendalian biaya dan
keteraturan pelayanan kesehatan. Yang paling
penting dari segalanya adalah penyusunan regulasi atas penyelenggaraan jaminan
kesehatan sehingga memberikan kejelasan kepada semua pihak yang terkait dalam
menjalankan perannya masing-masing dalam implementasi Jaminan Kesehatan, ujar
Prof. Ghufron. Upaya terakhir yang harus dilakukan adalah bagaimana menjamin
penduduk yang saat ini belum memiliki jaminan kesehatan diperkirakan sekitar 89
juta jiwa atau 37% dari total penduduk. Kelompok masyarakat yang belum memiliki
jaminan kesehatan meliputi sebagian pekerja formal dan sebagian besar pekerja
informal, kata Prof. Ghufron.
D. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan
Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) berikut:
1.
Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong
sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan
juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip
gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu,
peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta
yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN
bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,
melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Prinsip nirlaba
Pengelolaan
dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan
untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama
adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang
dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya,
akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
3.
Prinsip keterbukaan,
kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip
manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari
iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4.
Prinsip portabilitas
Prinsip
portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5.
Prinsip kepesertaan bersifat
wajib
Kepesertaan
wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah
serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja
di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta
secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dapat mencakup seluruh rakyat.
6.
Prinsip dana amanat
Dana yang
terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7.
Prinsip Hasil pengelolaan Dana
Jaminan Sosial
Dipergunakan
seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.
E. KEUNTUNGAN ASURANSI SOSIAL
Asuransi kesehatan mengurangi risiko masyarakat menanggung biaya kesehatan
dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi
dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu diperlukan
suatu jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta membayar premi
dengan besaran tetap. Dengan demikian pembiayaan kesehatan ditanggung bersama
secara gotong royong oleh keseluruhan peserta, sehingga tidak memberatkan
secara orang per orang.
Tetapi
asuransi kesehatan saja tidak cukup. Diperlukan Asuransi Kesehatan Sosial atau
Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Mengapa?
- Pertama, premi asuransi
komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar
masyarakat.
- Kedua, manfaat yang ditawarkan
umumnya terbatas.
Sebaliknya,
asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut.:
- Pertama, memberikan manfaat
yang komprehensif dengan premi terjangkau.
- Kedua, asuransi kesehatan
sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa
mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali,
bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”.
- Ketiga, asuransi kesehatan
sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan
yang berkelanjutan).
- Keempat, asuransi kesehatan
sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh
wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga, kepesertaan
asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.
Referensi:
- Azwar,
Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga.
Tangerang: Binarupa Aksara
- Setiawan FEB. Sistem Pembiayaan Kesehatan. Volume 11 No 2 Desember
2015. Halaman 119-126.
- http://www.depkes.go.id/article/view/17101700001/pembiayaan-perkuat-sistem-kesehatan.html
- http://www.depkes.go.id/article/print/1931/bpjs-kesehatan-sistem-jaminan-kesehatan-di-indonesia.html
|