Hidup Ini Indah Bila Kau Selalu Bersyukur

Friday, November 09, 2018
SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

Oleh:
Adila Prabasiwi, M.K.M
Disampaikan pada Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat
untuk mahasiswa DIII Farmasi Politeknik Harapan Bersama

Sistem Pembiayaan Kesehatan termasuk ke dalam salah satu komponen dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pembiayaan Kesehatan termasuk dalam input atau masukan dalam SKN yaitu komponen yang memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem. Tanpa adanya komponen ini, sistem kesehatan nasional tidak dapat berlangsung. Pembahasan tentang sub sistem pembiayaan kesehatan tercakup dalam suatu cabang ilmu khusus yang dikenal dengan nama ekonomi kesehatan.

A.    BIAYA KESEHATAN
Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Berdasarkan pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu berdasarkan:
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider),
adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost).
2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer),
Adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

B.     SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu:

1.   Fee for Service ( Out of Pocket )
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak.

2.              Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah menjadi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka risiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan sistem ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi.
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang makin tidak terkendali serta mengantisipasi ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan sehingga perkembangan penyakit semakin tidak terkendali, maka pilihan yang tepat untuk pembiayaan kesehatan adalah asuransi kesehatan. Mengingat kondisi ekonomi negara dan masyarakat serta keterbatasan sumber daya yang ada, maka perlu dikembangkan pilihan asuransi kesehatan dengan suatu pendekatan yang efisien, efektif dan berkualitas agar dapat menjangkau masyarakat luas. ( Setiawan, 2015)

C.    SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN ERA SJSN
Untuk mencapai terjadinya pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran.
Tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.




Menurut Menkes Nila Moeloek, pada saat Seminar Sehari Riset Pembiayaan Kesehatan, di gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (16/10/2017), Sistem pembiayaan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam memperkuat sistem kesehatan. Sistem pembiayaan ini harus mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat tanpa harus membebani mereka. Pembiayaan kesehatan harus bisa efektif dan efisien, serta memenuhi prinsip keadilan (ekuiti).

Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, menyatakan  bahwa kesehatan adalah hak asasi sekaligus investasi, dimana semua warga negara berhak atas pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan penyelenggaran sistem yang mengatur pembiayaan dan pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Sistem yang dimaksud adalah sistem Jaminan Kesehatan. Jaminan kesehatan merupakan salah satu program yang wajib dilaksanakan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

SJSN merupakan tatacara penyelenggaraan program jaminan sosial berbasis asuransi oleh beberapa badan penyelenggara berdasarkan prinsip: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. 
Sebagai salah satu amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah disahkan pada tanggal 28 Oktober 2011 melalui sidang paripurna DPR RI. Dalam UU tersebut ditetapkan 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian hanya ada institusi yang akan menyelenggarakan Jaminan Kesehatan di Indonesia yaitu BPJS Kesehatan yang berstatuskan badan hukum publik.
Dengan berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka makin memantapkan arah ke depan bahwa pembiayaan kesehatan personal bagi masyarakat Indonesia akan diselenggarakan dalam mekanisme jaminan Kesehatan. Implementasi kedua Undang-Undang tersebut akan segera dilakukan dengan menunggu penyelesaian peraturan perundangan seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Mulai 1 Januari 2014, pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional siap untuk diimplementasikan dan diselenggarakan melalui BPJS.
Pelaksanaan jaminan kesehatan haruslah mengacu kepada kendali mutu dan kendali biaya dengan menerapkan prinsip managed care, agar terjadi pembiayaan yang efisien dengan mutu yang tetap terjamin sesuai indikasi medis. Dan salah satu kontrol pembiayaaan yang efektif efisien adalah dengan menggunakan pola pembayaran prospektif yaitu kapitasi dan INA-CBGs.
Untuk menata pelayanan kesehatan yang diberikan dalam sistem jaminan kesehatan perlu diberlakukan pelayanan terstruktur dan berjenjang melalui mekanisme rujukan dengan tujuan yang sama yaitu untuk pengendalian biaya dan keteraturan pelayanan kesehatan. Yang paling penting dari segalanya adalah penyusunan regulasi atas penyelenggaraan jaminan kesehatan sehingga memberikan kejelasan kepada semua pihak yang terkait dalam menjalankan perannya masing-masing dalam implementasi Jaminan Kesehatan, ujar Prof. Ghufron. Upaya terakhir yang harus dilakukan adalah bagaimana menjamin penduduk yang saat ini belum memiliki jaminan kesehatan diperkirakan sekitar 89 juta jiwa atau 37% dari total penduduk. Kelompok masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan meliputi sebagian pekerja formal dan sebagian besar pekerja informal, kata Prof. Ghufron.


D.    Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

1.   Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.   Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

3.   Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4.   Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5.   Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
                         
6.   Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
                         
7.   Prinsip Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

E.  KEUNTUNGAN ASURANSI SOSIAL
Asuransi kesehatan mengurangi risiko masyarakat menanggung biaya kesehatan dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu diperlukan suatu jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian pembiayaan kesehatan ditanggung bersama secara gotong royong oleh keseluruhan peserta, sehingga tidak memberatkan secara orang per orang.
Tetapi asuransi kesehatan saja tidak cukup. Diperlukan Asuransi Kesehatan Sosial atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Mengapa?
  1. Pertama, premi asuransi komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat. 
  2. Kedua, manfaat yang ditawarkan umumnya terbatas.


Sebaliknya, asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut.:
  1. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau.
  2. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”.
  3. Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan).
  4. Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.



Referensi:
  1. Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Tangerang: Binarupa Aksara
  2. Setiawan FEB. Sistem Pembiayaan Kesehatan. Volume 11 No 2 Desember 2015. Halaman 119-126.
  3. http://www.depkes.go.id/article/view/17101700001/pembiayaan-perkuat-sistem-kesehatan.html  
  4. http://www.depkes.go.id/article/print/1931/bpjs-kesehatan-sistem-jaminan-kesehatan-di-indonesia.html
posted by Adila Prabasiwi @ 2:00 PM   2 comments
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

Oleh:
Adila Prabasiwi, M.K.M
Disampaikan pada Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat
untuk mahasiswa DIII Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal






A.  Definisi
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Menurut Levey dan Loomba (1973) menyatakan bahwa sistem pelayanan kesehatan adalah setiap usaha yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat.

B.  Jenis Pelayanan Kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983), bentuk dan jenis pelayanan kesehatan ada bermacam-macam, namun jika disederhanakan dibagi menjadi  dua jenis yaitu pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut penjelasan dari kedua jenis pelayanan tersebut.

1. Pelayanan kedokteran.
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok ini ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri atau bersama-sama dalam organisasi dengan tujuan utama untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan. Sasaran utama adalah perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok ini ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam organisasi. Tujuan utama adalah memelihara dan peningkatan kesehaan serta pencegahan penyakit. Sasaran utama : kelompok dan masyarakat.

C.  Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
1. Tersedia dan berkesinambungan
Semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tersulit ditemukan serta keberadaannya di masyarakat setiap kali dibutuhkan.
2. Dapat diterima dan wajar
Diartikan bahwa pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan, kepercayaan masyarakat, pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat bukan pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai/accesible
Ketercapaian yang dimaksudkan diutamakan dari sudut lokasi. Dengan kata lain pelayanan kesehatan dan distribusi sarana kesehatan merata di seluruh wilayah, tidak terkonsentrasi di perkotaan.
4. Mudah dijangkau/affortable
Terutama dari sudut biaya, disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu/quality
Mutu yang dimaksudkan adalah yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan tata cara penyelenggaraannya disesuaikan kode etik serta yang telah ditetapkan.

D.  Tingkat Pelayanan Kesehatan
Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan dibagi menjadi lima tingkatan yaitu promosi kesehatan, perlindungan khusus, diagnosa dini dan pengobatan segera, pembatasan kecacatan, serta rehabilitasi.
1. Promosi kesehatan / health promotion.
Pelayanan diberikan melalui peningkatan kesehatan dengan tujuan peningkatan status kesehatan. Sasarannya adalah agar tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini meliputi : kebersihan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala, pelayanan status gizi, kebiasaan hidup sehat, pelayanan prenatal, pelayanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan status kesehatan.
2. Perlindungan khusus (specific protection).
Di lakukan dengan melindungi masyarakat dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan atau bentuk perlindungan terhadap penyakit penyakit tertentu dan ancaman kesehata yang termasuk dalam tingkat ini adalah : imunisasi, pelayanan dan perlindungan keselamatan kerja.
3. Diagnosa dini dan pengobatan segera/early diagnosis and prompt treatment.
Diberikan mulai timbulnya gejala. Dilaksanakan untuk mencegah meluasnya penyakit lebih lanjut serta dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Misalnya : survei pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.
4. Pembatasan kecacatan/disability limitation.
Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit tertentu. Dilakukan pda kasus yang memiliki potensi kecacatan. Misal : perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan, mencegah kematian.
5. Rehabilitasi/rehabilitation.
Dilakukan setelah pasien didiagnosis sembuh. Sangat diperlukan pada fase pemulihan terhadap kecacatan, misal : program latihan, konsultasi dan diskusi psikologis agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karena kesadaran yang dimilikinya.

E.  Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
1. Tingkat pertama/primary health service.
Adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok yang dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Biasa dilakukan pada masyarakat yang memiliki masalah atau masyarakat sehat. Sifat pelayanan adalah pelayanan dasar yang dapat dilakukan di puskesmas, balai kesehatan masyarakat, poliklinik dan lain-lain. Pada Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN, pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

2. Tingkat dua/secondary health service.
Diperlukan bagi masyarakat atau klien yan memerlukan perawatan rumah sakit dilaksanakan di rumah sakit yang tersedia tanaga spesialis.
3. Tingkat tiga/tertiery health service.
Merupakan tingkat yang tertinggi. Membutuhkan tenaga ahli atau subspesialis dan sebagai rujukan.

Menurut Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, pelayanan kesehatan bagi peserta yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas:
1)        Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi:
a)        administrasi pelayanan;
b)        pelayanan promotif dan preventif;
c)        pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d)       tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
e)        pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f)         transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
g)        pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
h)        Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.

Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dapat berupa:
a. puskesmas atau yang setara;
b. praktik dokter;
c. praktik dokter gigi;
d. klinik pratama atau yang setara; dan
e. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

2)        Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, yang terdiri atas:
a)    pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik); dan
b)   pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik);

Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi :
a)        administrasi pelayanan;
b)        pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis;
c)        tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;
d)       pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e)        pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
f)         rehabilitasi medis;
g)        pelayanan darah;
h)        pelayanan kedokteran forensik klinik;
i)          pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan;
j)          perawatan inap non intensif; dan
k)        perawatan inap di ruang intensif.

Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan berupa:
a. klinik utama atau yang setara;
b. rumah sakit umum; dan
c. rumah sakit khusus.

Dalam hal Peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas indikasi medis, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan Sistem Rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama. Ketentuan dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.


Sumber:
  1. Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Tangerang: Binarupa Aksara
  2. Levey, Samuel & Loomba, Paul N. 1973. Helath care administration a managerial prespective. Phil: J.P. Lippineett Comp
  3. Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional             

posted by Adila Prabasiwi @ 10:01 AM   0 comments
Just The Way I am
About Me

Name: Adila Prabasiwi
Home: Depok, West Java, Indonesia
About Me: Saya hanya manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah
See my complete profile
Previous Post
Archives
Asmaul Husna

jam

Kalender


Jadwal Sholat


Kasih Makan Ikan


Tinggalkan Jejakmu

ShoutMix chat widget
My Facebook
Adila Prabasiwi

Create Your Badge
Links
Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER